atahari
pagi yang indah, perlahan mulai naik dari ujung jalan. Sorot cahayanya jatuh
tepat dipelupuk mataku. Titik-titik air diatas daun jambu mulai hilang ditelan
cahayanya. Pagi ini aku berjalan sendiri, menuju bangku di taman yang terletak
di ujung gang. Taman yang menyimpan sejuta cerita, cerita yang kini hanya
tinggal kenangan. Setiap bagian dari taman ini, telah menjadi saksi bisu dari setiap
kebahagian yang sempat dianugerahkan kepadaku.
Terakhir kalinya ditaman yang penuh
warna ini, kami duduk dibangku bercat biru muda. Aku bersama dua orang yang
teramat berarti dalam hidupku. Sahabat, serta laki-laki yang aku cintai. Tapi
kini, hanya aku sendiri diantara bunga-bunga mawar yang sedang bermekaran.
Dengan tatapan kosong, kenangan-kenangan itu terus memenuhi isi kepalaku.
Kupu-kupu dengan warna-warni sayap yang indah, tak mampu mengembalikan hatiku
yang sedang remuk. Anak-anak kecil yang biasanya mampu menentramkan hati ini.
Kini serasa hampa, tak kulihat sedikit pun titik kebahagian di sekelilingku.
Satu tahun yang lalu, aku memang merasa
sangat bahagia. Mendapat predikat sebagai lulusan terbaik dari Sekolah Menengah
Pertamaku, membuat orang-orang terdekatku bangga. Terlebih lagi aku melanjutkan
ke salah satu SMA favorit bersama sahabatku, Dira. Kami sudah dekat sejak
pertama kali bertemu di SMP. Dira adalah seorang gadis yang hampir tidak pernah
terlihat murung, selalu tersenyum dengan sekelilingnya. Meskipun terkadang
dibalik senyumanya itu ada luka yang telah menyayat batinnya.
Karena
itulah kami begitu dekat, Dira tidak pernah membiarkan aku sendiri. Selalu ada
untuk mendengar semua cerita serta berbagai keluhan yang terjadi padaku, selalu
membuat aku tertawa disaat aku menganggap tak ada lagi yang lucu dihidup ini.
Disaat aku menyerah dengan berbagai hal yang merobohkan semangatku, Dira
membangun kembali semangat yang lebih kokoh. Mungkin, hanya Dira lah
satu-satunya orang yang paling mengerti aku. Bahkan lebih mengerti dari ke dua
orang tuaku yang hanya memiliki sedikit waktu untuk anak semata wayangnya ini.
Tapi aku tidak ingin terlalu sering
mengeluh. Semua yang mereka lakukan adalah demi kebaikan untukku. Aku selalu merasa beruntung
karena masih punya dua orang tua yang selalu berusaha membuat aku bahagia.
Meskipun mereka tidak tau, apa yang sebenarnya membuatku bahagia adalah apa
yang tidak mereka berikan padaku.
***
Pagi itu aku melihat pengumuman di
mading sekolah baruku, aku tersenyum saat namaku Adela Fitri Annisa tercantum
dalam satu kelas bersama Dira Maulani, sahabatku. Sepertinya tuhan telah
menakdirkan kami untuk selalu bersama. Tuhan memang adil dengan mengirim
malaikat seperti Dira.
Sepulang hari pertama memakai
seragam putih abu-abu, aku bersama Dira pergi ketaman favorit kami. Bunga-bunga
ditaman ini, seperti tak pernah layu. Karena Dira, aku selalu menyirami mereka
dengan kasih sayang. Disalah satu sudut taman ini, Dira pernah menanam beberapa
batang bunga mawar merah, dan saat ini mereka sedang bermekaran. Dira bilang,
mawar ini adalah mawar lambang persahabatan kita. “Disetiap pertemuan itu pasti
ada perpisahan. Jika nanti seluruh kelopak-kelopak mawar ini berguguran, maka
salah satu dari kita akan ada yang pergi jauh. Tapi kita harus selalu ingat,
dimana ada mawar disitulah ada kita. Ada aku dan ada kamu.” Dira berkata dengan
tatapan penuh makna.
Hari
berikutnya aku berangkat lebih awal. Karena pada hari ini aku diberi tugas
untuk menjadi salah satu petugas upacara bendera yang selalu rutin dilakukan
pada setiap hari Senin. Dira ternyata sudah berangkat duluan, karena Ayahnya sedang
ingin mengantar untuk melihat sekolah baru Dira. Sesampainya aku disekolah, aku
langsung berjalan menuju lapangan sekolah dengan sedikit terburu-buru karena
upacara akan segera dimulai. Begitu sampai di salah satu simpangan koridor, aku
menabrak seseorang hingga menjatuhkan semua barang yang dia bawa. Aku tidak
bisa melihat wajahnya dengan jelas karena masker yang dia kenakan, yang pasti
dia adalah seorang laki-laki. Aku meminta maaf dan membantu membereskan semua
barang yang berserakan. Tanpa membalas kata maaf dariku, laki-laki itu langsung
pergi menuju ruang kesenian. Tapi ternyata, masih ada satu lembar yang tersisa
dilantai, ketika aku mencoba mengambilnya, “Adela, ayo cepat upacaranya
sebentar lagi dimulai” Dira berteriak
padaku. Setelah memasukkan selembar yang tersisa tadi kedalam tasku, aku
langsung menuju lapangan upacara untuk melaksanakan tugasku.
“Uh,
akhirnya selesai juga. Del, temani aku ke kantin yuk.” Dira lansung menarik
tanganku tanpa menunggu aku mengiyakan ajakannya. Setelah beberapa menit disini
aku mulai merasa risih. Karena laki-laki yang duduk berseberangan dengan Dira terus
menatapi ku. Seperti pernah aku lihat, tapi lupa dimana. Setelah balik
kuperhatikan, dia dengan cepat menghabiskan teh botol yang ada didepannya dan
beranjak meninggalkan kantin.
Bunyi
bel pertanda masuk sudah memenuhi tiap sudut sekolah, tepat saat aku dan Dira
tiba dikelas. Aku sedikit kaget saat melihat laki-laki yang duduk disebelahku
adalah orang yang sama dengan orang yang kutemui di kantin pagi tadi. Ternyata
dia satu kelas denganku, mungkin dia baru memasuki kelas pada hari ini. Ada
sedikit hal yang berbeda saat aku melihatnya, entah apa itu. Namanya adalah
Arya, yang kutau dari guru saat mengabsen semua siswa.
Siang
ini hujan cukup deras, tapi supir ku tak kunjung datang untuk menjemput.
Sepertinya kali ini aku harus naik bus sendirian untuk pulang. Dira masih sibuk
dengan kegiatan ekskulnya. Aku menunggu bus di halte depan sekolah yang sepi,
hanya ada satu orang laki-laki yang sedang duduk di halte tersebut. Itu dia,
aku bertemu dengan dia lagi. Arya, orang aneh di kantin yang ternyata adalah
teman sekelasku. Ingin aku menyapanya, tapi dia terlihat sangat cuek. Apa dia
tidak mengenaliku sama sekali. Akhirnya kami hanya terpaku, duduk bersebelahan
sambil berharap, cepat-cepatlah bus datang menghampiri kami.
***
Tiga bulan sudah aku menjalani
hari-hari sebagai siswi putih-abu-abu. Tapi sampai sekarang, orang tuaku belum
pernah sama sekali berniat untuk mengantarku ke sekolah. Jangankan itu, untuk
sarapan saja mereka tidak pernah menemani ku dimeja makan sampai sarapan
berakhir. Terkadang aku tak sanggup lagi untuk mengerti, menangis sendiri atau
lari pada Dira. Satu-satunya orang yang bisa kusandari setiap saat.
Selama tiga bulan ini aku tidak
mengerti mengapa, aku banyak memperhatikan Arya dari kejauhan. Ternyata dia
bukan orang yang pendiam seperti dugaanku. Dia banyak bicara, banyak bercanda.
Tapi dengan teman-teman yang dekat dengannya, dan sepertinya tidak denganku. Kami
hanya sering mengobrol seperlunya saja, dia laki-laki yang baik dan pintar
bergaul dengan siapapun. Aku memang orang yang sedikit pendiam dan pemalu,
terutama untuk dekat dengan seorang laki-laki. Sampai saat ini pun aku belum
pernah merasakan suka pada lawan jenisku. Bukan berarti aku menyukai sesama
jenis, aku hanya belum menemukan seseorang yang bisa membuatku merasa berdebar
saat bersamanya.
Hari ini cukup melelahkan, seharian
aku berada di sekolah untuk menyelesaikan tugas yang membosankan itu.
Kurebahkan tubuhku diatas kasur empuk yang kubalut dengan sprei berwarna pink.
Kupejamkan mata, tapi tiba-tiba terlintas bayang wajah Arya. Mengapa
akhir-akhir ini aku begitu banyak memikirkan orang itu, bahkan karena
memikirkannya aku sampai lupa dengan masalahku sendiri, dengan masalah orang
tuaku. Aku juga menceritakan semua yang
aku rasakan ini pada Dira. Tapi, Dira bilang bahwa aku menyukainya. Aku bahkan
tidak tau rasa suka itu seperti apa, lalu apa yang membuatku menyukainya. Jika
benar aku menyukainya, lalu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya bisa diam
memandangnya dari jauh.
Pagi berikutnya, tak sabar rasanya
ingin segera sampai di sekolah. Entah bagaimana bisa, semakin hari aku semakin
sering memperhatikan dan mengingat Arya. Melihat dia seperti melihat
kebahagiaan, ada rasa yang belum pernah aku alami sebelumnya. Bahkan ketika
Arya ada didekatku, aku merasa deg-degan. Aku mengakui jika aku telah jatuh
cinta kepadanya. Tapi aku memaksa Dira untuk merahasiakan semuanya, seakan
tidak terjadi apa-apa.
Dira memang sahabat yang selalu bisa
membuatku bahagia, dia selalu mencari cara untuk mendekatkan aku dengan Arya. Sore itu supirku tidak bisa datang untuk
menjemput, dan akhrinya Dira meminta tolong pada Arya untuk mengantarku pulang.
Akupun segera naik ke motor Arya, dan segera melaju menuju rumahku. Perasaanku
sudah tidak dapat didefinisikan lagi, sedekat ini dengan orang yang membuatku
jatuh cinta. Rasanya seperti bertemu dengan pangeran yang menjemputku dengan
kereta kencana. Meskipun dia tidak tau bagaimana perasaanku saat ini, tapi
dengan sikapnya yang lembut semakin membuatku jatuh cinta.
Seiring terus berjalannya waktu,
rasa yang kumiliki terus berkembang jauh. Semakin hari aku semakin sering ingin
melihatnya, merindukannya jika sehari saja tidak bertemu. Bahkan terkadang
sampai terbawa di dalam mimpi. Semakin hari kamipun semakin dekat, tertawa
bersamanya itu seperti membuatku merasakan sesuatu yang tidak pernah aku
rasakan sebelumnya. Apa aku benar-benar jatuh cinta pada laki-laki ini.
Semakin
hari pun semakin banyak hal yang ingin kuketahui darinya, mulai dari latar
belakangnya sampai siapa saja wanita yang sedang dekat dengannya. Belakangan
ini aku tahu satu hal, ada seorang wanita yang kelihatannya dekat dengan Arya.
Dia bersekolah di tempat yang berbeda, dari pencarian informasi yang dibantu
dengan Dira, aku tau kalau wanita itu sudah dekat dengan Arya sejak mereka
kecil. Dan sepertinya wanita yang kutau bernama Andin itu menyukai Arya. Tapi saat
ini aku tidak tau sejauh apa hubungan mereka, sepertinya hanya sekedar teman.
Karena Arya pernah berbicara pada temannya kalau dia tidak mempunyai pacar dan
belum pernah mengalami pacaran sama sepertiku. Ya, aku terus berharap punya
kesempatan untuk dekat dengan Arya.
Tanpa sepengetahuanku, Dira ternyata
tidak sengaja bilang kepada Arya bahwa aku memiliki rasa padanya. Dan hal ini
membuatku sedikit kesal, aku malu dan aku takut. Bagaimana jika Arya
menjauhiku, bagaimana jika Arya tidak merespon baik perasaanku ini. “Adel,
maafin aku ya. Aku gak sengaja ngomong itu ke Arya, soalnya aku udah gak sabar
pengen Arya sadar kalau ada cewek yang lagi nunggu dia, dan itu sahabatku
sendiri. Aku gak mungkin biarin kamu mendem terus.” Dira meminta maaf tapi
tidak merasa bersalah, aku masih diam tak mau berbicara.
Benar seperti ketakutanku, sejak
Arya mengetahui jika aku menyukainya kita malah semakin jauh, seperti memiliki
batas. Cukup dekat dengannya saja aku sudah bahagia tanpa dia tau mengenai
perasaanku, tapi Dira merusak semuanya. Aku sempat marah selama beberapa waktu,
tapi mengingat Dira begitu berarti bagiku, aku memaafkannya.
“Dira, bahkan untuk jatuh cinta
padanya saja bukan pilihanku. Rasa itu yang datang tanpa aku buat-buat” seperti
biasa aku menangis dibahu Dira, bersama seribu tanda tanya mengapa semua harus
terjadi seperti ini. “Tenanglah Adel, namanya cinta itu gak selamanya punya
jalan yang mulus. Terkadang salah satu dari dua orang yang sedang jatuh cinta
harus rela melakukan sesuatu untuk kebaikan hubungan mereka. Saat ini Arya
memang seperti menghindarimu, tapi belum tentu Arya tidak suka denganmu.
Mungkin dia hanya kaget karena ternyata teman sekelasnya sendiri punya rasa
yang spesial untuknya.”
Aku sedikit tenang mendengar
perkataan sahabatku. Aku hanya berharap, semoga saja sikap Arya akan kembali
seperti semula setelah semua ini lama berlalu. Tapi, aku sendiri tidak bisa
membohongi perasaan, rasa sesak karena Arya sedikit menghindariku terus
menghantui. Serasa ingin berlari mengejar dan memeluknya, untuk mengatakan
bahwa aku begitu takut jika ia pergi.
Malam ini aku iseng mengirim SMS
untuk Arya, untuk membuktikan apa Arya benar-benar membenciku atau hanya
menghindar untuk sementara. Ternyata Arya membalas SMS dariku, awalnya kita membicarakan
soal pelajaran. Tapi tiba-tiba Arya bertanya padaku “Del, apa benar yang
dikatakan oleh Dira padaku ?” Serasa berhenti detak jantungku saat membaca
pertanyaannya tersebut. Aku mengerti apa maksud pertanyaannya, namun aku ragu
untuk menjawab. Tapi mau tidak mau, Arya butuh jawabanku dan aku butuh tau
bagaimana respon Arya sebenarnya. Maka aku jawab “Iya Ar, benar. Aku suka sama
kamu.” Gelisah rasanya aku menunggu balasan dari Arya, tapi sedikit lega karena
aku berhasil membuat Arya tau langsung dariku sendiri. Handphoneku berdering,
balasan yang cukup lama pun akhirnya ku terima. Uh, balasannya pun hanya simbol
tertawa, apa maksudnya. Aku tidak berani untuk menanyakan apakah dia suka
padaku atau tidak, aku hanya bertanya apakah perasaanku ini mengganggunya. Lega
hatiku saat dia menjawab “ini sama sekali tidak menjadi masalah bagiku, mana
berhak aku melarang orang untuk menyukaiku, haha.”
Sejak pengakuanku malam itu,
hubungan kami berangsur-angsur menjadi biasa kembali. Meskipun masih ada
sedikit rasa canggung atau malu. Tapi rasaku yang kian hari seperti kian
dipupuk ini tak kunjung mendapat jawaban dari yang diharapkan. Sudah hampir
satu tahun aku bertahan dengan lelaki yang membuatku selalu memikirkannya
tersebut. Terkadang aku seperti diberi harapan, tapi tak kunjung menemui titik
terang. Adakalanya dia memberiku perhatian lebih, tapi adakalanya pula dia
menganggapku sama seperti wanita-wanita lain disekitarnya. Terkadang aku
menganggap diriku bodoh karena meneteskan air mata hanya untuk laki-laki yang
mungkin tidak pernah menganggap ada perasaanku ini. Berkali-kali aku coba
menyerah, melupakannya dan mengubur rasa ini. Tapi berkali-kali pula aku gagal,
selalu kembali teringat , bahkan rasa ini semakin besar. Maka kubiarkan saja semua
mengalir, tinggal menunggu ditempat mana aku akan bermuara. Ditempat indah yang
aku mau, atau tak akan pernah bermuara dan terus mengalir sampai dimana aku tak
tau.
***
Lusa adalah hari ulang tahun Arya, aku
berencana ingin membuat sesuatu yang spesial untuknya. Aku dibantu dengan Dira
ingin menyiapkan sebuah kejutan kecil-kecilan untuknya. Kami berdua membuat Cup
Cakes kesukaan Arya, dan aku juga menyiapkan sebuah kado untuknya. Tinggal
menunggu esok yang akan diwarnai senyum manis di bibir Arya.
Pelajaran di jam terakhir memang
selalu membuatku ngantuk. Tak sabar rasanya ingin cepat berahir, karena seusai
ini aku akan melaksanakan rencanaku untuk memberi kejutan bagi Arya. Semoga
dengan ini dapat membuat Arya sadar bahwa sampai sekarang pun aku masih
menunggunya untuk berbicara, tentang kita.
Persiapan untuk kejutan telah
selesai, sekarang tinggal menunggu Arya memasuki kelas. “Taraa..Selamat ulang
tahun…” Aku bernyanyi riang dengan tatanan Cup Cakes ditanganku. Aku melihat
senyum malu-malu Arya yang membuatku semakin menyukainya. Sebelum dia meniup
lilin yang berbentuk angka 14 itu, ia memejamkan matanya dan memanjatkan sebuah
harapan kepada tuhan. “Arya taukah kamu, di depanmu saat ini aku pun sedang
berharap, semoga rasaku yang semakin tak bisa kuhalau ini tidak akan bertepuk
sebelah tangan.” Ungkapku dalam hati.
“Selamat ulang tahun Arya, aku
berharap kamu suka dengan semua ini. Dan ini adalah kado kecil dariku, semoga
kamu juga suka” kataku sambil memberikan kado special untuknya. “terimakasih Adel,
aku belum pernah mendapatkan kejutan semanis ini.” Balas Arya. Setelah beberapa
detik terdiam, tiba-tiba Arya mengecup keningku. Aku hanya bisa tersenyum,
senang sekali rasanya dia menyukai semua yang aku berikan dan untuk pertama
kalinya memberiku sebuah kecupan manis.
Tapi
tak lama kemudian, datang seorang wanita yang sepertinya pernah aku kenal. Dia
menghampiri Arya dan mengucapkan selamat ulang tahun sambil mencium kedua pipi
Arya dan memeluknya. Lalu wanita itu memaksa Arya untuk pergi bersamanya. Arya
bahkan tak sempat berbicara padaku, hanya menoleh untuk sesaat lalu pergi
bersama wanita itu. Dia bernama Andin, teman kecil Arya yang memiliki rasa
serupa seperti yang kurasakan. Aku hanya
berharap semoga saja Arya dan Andin masih berstatus sebagai teman, tidak
lebih.
Keesokan harinya aku berangkat ke
sekolah dengan wajah yang sedikit murung, masih teringat bagaimana Arya
meninggalkanku begitu saja bersama wanita itu. “Adel, maafin aku ya. Maafin aku
soal kemarin” Tiba-tiba Arya datang padaku dan meminta maaf. “iya gak papa kok
Ar, aku ngerti. Makasih ya kemarin sudah menyempatkan waktumu untukku” aku
takkan bisa marah padamu Ar, kamu terlalu berarti bagiku.
Sejak itu aku semakin sering melihat
Andin bersama Arya, mereka sering terlihat jalan berdua di toko buku,
restaurant dan beberapa tempat lain. Aku semakin takut, bagaimana jika aku
memang tidak berarti apa-apa bagi Arya. Aku hanya terlalu berharap, harapan
kosong dari Arya. Aku sempat menangis saat melihat Andin menggandeng tangan
Arya, tapi aku tidak berani untuk muncul dihadapan mereka. Atau untuk sekedar
bertanya pada Arya mengenai hubungan mereka. Aku hanya merasakan sakit ini
berdua dengan sahabatku, Dira. Mungkin aku salah jika menganggap Arya bisa
menjadi teman hidupku seperti Dira, bahkan lebih. Hanya dira yang sampai saat
ini masih ada bersamaku dalam keadaan apapun.
Sore ini Arya mengajakku bertemu
ditaman yang berada diujung jalan dekat rumahku. Beberapa waktu yang lalu aku,
Arya dan juga Dira pernah bermain bersama ditaman ini. Arya bilang ada sesuatu
yang ingin ia katakan. Aku tak mau berharap lagi, aku takut selalu jatuh dengan
harapan-harapan palsu itu. Jangankan mengharap hal yang lebih, ulang tahunku
yang jatuh pada hari ini pun Arya tidak ingat. Ah, jangankan Arya, Dira
saja tidak mengatakan apapun.
Sudah satu jam lebih aku menunggu,
tapi Arya tidak juga datang. Arya tidak mungkin mengabaikan janjinya, selama
ini ia adalah orang yang selalu tepat waktu. Perasaanku mulai tidak enak, nomornya
pun tidak bisa kuhubungi. Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja, karena langit
sudah mulai gelap. Aku tidak mengerti, rasanya seperti sedang dipermainkan.
Setega ini Arya padaku, apa dia lupa kalau aku ini punya rasa yang lebih
untuknya, entahlah.
Saat aku tiba didepan pintu, sudah
ada orang yang sepertinya sedang menungguku. “Niken, tumben kamu kesini. Ada
apa ? kok kamu terlihat sedih begitu ? ” Niken adalah teman satu kelasku, aku
penasaran kenapa dia tiba-tiba datang dengan wajah muram seperti itu. Niken
menjawab dengan terisak “Adel, ini ada titipan surat untukmu. Dari Arya.”
Tiba-tiba saja tanganku bergetar menerima surat itu. Kenapa harus surat yang
datang, kemana Arya.
“Adel, aku harap kamu tabah ya. Ini
berita duka untuk kita semua. Sore tadi Arya dan Dira kecelakaan motor saat
akan menuju ke taman. Dan sekarang jenazah mereka sedang dalam perjalanan
kerumah duka.” Aku hampir tidak sanggup untuk mendengarnya. Kakiku lemas dan
terjatuh, setelah itu aku tidak ingat apa-apa.
Karena itulah saat ini aku berada
ditaman sendirian, tanpa sahabatku. Dira pun telah pergi, satu-satunya orang
yang kuharap tidak akan pernah meninggalkanku telah lebih dulu pergi. Saat
inilah aku memberanikan diri untuk membaca surat dari Arya yang belum sanggup
aku buka.
“Dear
Adela, maafkan aku atas semua kesalahan yang aku lakukan. Dira sudah
menceritakan banyak hal tentangmu. Tentangmu yang setia menungguku untuk
menjawab pertanyaan dari dasar hatimu itu. Maafkan aku del, aku mencintaimu.
Aku hanya belum siap untuk mengatakan semua padamu. Dan hari ini adalah hari
ulang tahunmu, selamat ulang tahun gadis manisku. Taukah kamu, selama ini aku
selalu memperhatikanmu. Aku juga sempat ingin bertanya padamu, masihkah sama
perasaanmu padaku seperti yang pernah kau bilang padaku dulu. Tapi aku hanyalah
seorang pecundang Adela. Aku tidak punya cukup keberanian untuk itu. Dan soal
Andin, aku hanya ingin berbaik hati padanya. Karena keluargaku sudah banyak
berhutang budi pada keluarganya. Jadi mau tak mau aku harus menuruti kemauan
Mamaku untuk bersikap baik padanya. Adela, sekarang semua itu tidak penting.
Yang terpenting saat ini adalah, aku ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu,
dan satu hal lagi. Maukah kamu menjadi pacarku Adela ?” Arya.”
By : Z