Guncangan batin yang menyesakkan dada, mencabik hati yang terasa pilunya. Dihadapan Bapak yang
tampak begitu tak tenang menahan amarahnya,bantuan mamak masih bisa membuatku berdiri.
Ruangan bercorak jawa yang damai, kini bertransisi mencekam layaknya sidang
eksekusi.
Dimulai beberapa tahun yang lalu, sejak awal kita merajut kasih, Mas Danu
memang sudah menuturkan niat sucinya. Keseriusannya untuk mencintaiku akan
membawanya masuk kedalam hidupku.
Kami bertemu saat dibangku kuliah, ia yang menyukaiku
terlebih dahulu berhasil membuatku jatuh hati padanya. Awalnya memang aku ragu
menjalin hubungan dengan orang yang bersebrangan agama seperti Mas Danu, tapi
rasa cintaku semakin besar dan tak terkendali lagi. Jalinan kisah ini terus
berlangsung, hingga saat ini kami bekerja di perusahaan yang sama. Dan selama
ini orang tua maupun keluarga besarku tidak satupun mengetahui tentang hubungan
kami.
Hingga tiba hari ini, saat aku memberanikan diri untuk
membawa Mas Danu kehadapan Bapak.Pada awalnya Bapak memang merasa senang karna
anak gadisnya yang dewasa telah ditemukan oleh sesosok laki-laki yang berniat
membangun hidup baru bersama anaknya. Namun senyum ramah itu sekejap berubah
kaku,mengumandangkan suara lantangnya “Bagaimanapun anda coba untuk menutup
perbedaan itu. Tidak akan membuat saya merestui hubungan terlarang ini” Bapak masih menahan kemarahannya dengan pergi
meninggalkan ruangan yang mendadak muram.
Semua membisu, Mamak meninggalakan kami berdua diruangan yang
memiliki dinding berhiaskan ayat-ayat suci Al-Qur’an, belasan piala serta
piagam-piagam kebanggan tertata rapi dibalik lemari kaca yang terawat, mawar
putih yang semula segarpun kini telah sayu.Menjadi Saksi atas kediaman kami,
biar hati yang saling bicara atas tibanya kekacauan ini.Sedikit demi sedikit
air yang bermuara dipelupuk mataku perlahan jatuh menuruni wajah yang letih.Aku
tertunduk lesu, kejadian yang sudah aku ramalkan benar terjadi.
Mas Danu hanya bisa menatap penuh harap, wajahnya
menyiratkan sebuah maksud. Membujukku untuk mencobakembali memberi pengertian pada Bapak. Kami telah coba
saling menguatkan perasaan
masing-masing, disinilah akan datang klimaks dari serentetan rasa yang selalu
digandrungi kekhawatiran.
Selepas hilangnya bayang Danu diujung jalan, aku coba
berbalik langkah dengan keberanian.Sesuai dengan tekad kami berdua, mencoba
menyatukan rasa secara nyata.Dan kali ini masih giliranku untuk berjuang,
mencoba meluluhkan hati Bapak dengan niat baik dari sosok pria yang teramat aku
cintai.
Namun keadaan benar-benar jauh dari harapan, Bapak masih
diam terduduk diatas kursi rotan yang telah usang.Begitu senyap hingga hanya
terdengar denting jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 15.20 WIT. Aku yang
tak lagi sanggup berdiri meski telah ditopang oleh mamak, berlutut lemas tepat
dihadapan Bapak, “Pak, niat Mas Danu itu kan ndak main-main, dia akan bermualaf
demi menuju ridho Allah untuk hubungan kami pak. Dengan tidak mengurangi
sedikitpun rasa hormat Naya pada Bapak, tolong Bapak pertimbangkan lagi niat
tulus dari Mas Danu” aku terisak, tak sanggup rasanya menatap wajah Bapak yang
selama ini selalu mendidikku dengan senyum dan kesabarannya,tapi kini aku melawan keputusannya hanya demi rasa
yang seharusnya tak pantas aku pertahankan.
“Nduk, umur Bapak ini mungkin sudah tidak lama lagi.
Bapak hanya ingin nanti akan ada laki-laki yang benar-benar bisa menggantikan
posisi Bapakmu, yang bisa membimbingmu dengan ajaran yang benar nduk. Kamu liat
sendiri to, sudah begitu banyak pengalaman yang kita saksikan, laki-laki yang
berniat seperti itu biasanya tidak bertahan lama.”
Aku tidak pernah melihat wajah Bapak yang menyiratkan
kemarahan sedalam ini, bibirku bergetar tak mampu lagi menangkis petuah orang
yang sangat aku hormati. Hatikupun berteriak menahan tangis, aku tak ingin sama
sekali membuat orang yang teramat aku sayang murka padaku. Namun aku sendiri
tak mampu melukai hati laki-laki yang aku cintai dan menyiksa perasanku sendiri.
**
Suara gamelan jawa dari seberang jalan, beralun senada
dengan gemuruh angin malam. Menyadarkan aku dari lamunan , segera saja kuangkat
kaki menuju sumur, kuputar keran besi yang sedikit berkarat. Kubasuh anggota
tubuh dengan air wudlu, dinginnya menyegarkan fikiranku yang teramat gaduh.
Kukenakan mukena putihku dan segera menghadapkan jiwa
lusuhku pada Sang Maha Pencipta, mengadukan semua benang kusut yang tak mampu
lagi aku luruskan.
Sudah hampir sepertiga malam tapi mata ini belum juga
mampu kupejamkan, kembali kubuka tirai jendela kayuku, kutatap langit dengan
sendu “ya Allah, mengapa engkau ciptakan perbedaan, begitu rekatnya jalinan
kasih kami, rasanya tak sanggup aku melepaskan diri dari dekap cintanya.
Maafkan hambamu yang teramat lemah ini ya Allah”
Kembali terfikir kata-kata Bapak sore tadi, sebenarnya
aku juga sudah mengerti bahwa bapak
berfikir berdasarkan fakta. Pengalaman yang terjadi berulang kali dikisaran
keluarga besar kami.Bibiku yang saat ini sudah berbahagia dengan keluarga
barunya, dulu pernah dinikahi oleh laki-laki yang juga berbeda keyakinan
dengannya.Karena kekuatan cinta mereka yang mempertahankan, sebelum mereka
menikah laki-laki itu rela meninggalkan keyakinannya untuk menghapuskan
perbedaan yang menghadang diantara mereka.Namun sampai pernikahan mereka
berumur 1 tahun, laki-laki itu tak kunjung menyiratkan keseriusannya untuk menjalankan
amanah Islam. Hingga akhirnya ia memilih untuk kembali lagi pada keyakinannya
yang mungkin memang sudah tidak bisa lagi digantikan, mau tidak mau bibiku
akhirnya memutuskan hubungan itu. Hatinya sudah ditipu oleh laki-laki yang ia
harapkan dapat menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya, yang ternyata rela
menyatukan keyakinan hanya untuk bisa menikahi dirinya, tidak didasarkan niat dari
hatinya.
Hal itu ikut dirasakan pula oleh sepupuku, hingga
menimbulkan rasa jera dikeluarga besar kami.Begitu ada sanak saudara yang
memperkenalkan pasangan dengan latar belakang keyakinan yang berbeda, mereka
tak segan-segan menolak dan memutuskan hubungan terlarang itu. Seperti
kesakitan yang aku alami saat ini, tak lama lagi akan ada banyak sanak saudara yang mengetahui cobaan
yang menimpaku. Ini karena kedekatan keluarga besar kami yang selalu terjaga, hingga
tak satupun luput dari perhatian dan penjagaan keluarga besar.
Namun semua itu tak juga mampu meluluhkan rasa yang sudah
sejak lama terbangun ini.Hatiku tak sanggup menahan sakit karena aku tidak
pernah mencintai laki-laki seperti bagaimana aku mencintai Mas Danu yang saat
ini ada diambang ketidakpastian. Diapun begitu berarti hinggamembuatku lupa pada pengalaman pahit yang terjadi dalam
keluarga besarku. Aku sendiri entah bagaimana bisa sangat mempercayainya, aku
yakin akan keseriusan Mas Danu dengan hubungan ini. Bukankah perbedaan itu
dapat dilebur dengan rasa yang sakral dari dua insan yang terikat cinta.
**
Aku memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan
kehangatan, bunga mawar berwarna putih berjatuhan diatas lantai yang bersinar,
dibatasi dengan tirai-tirai bercahaya. Disudut ruangan aku melihat seorang
laki-laki yang tak asing sedang asyik bercanda tawa dengan seorang anak kecil,
mainan anak-anak berseraan disekitarnya.Anak laki-laki itu memanggil ku dengan
sebutan bunda, dan laki-laki yang sedang memeluknya adalah laki-laki yang aku
cintai, Mas Danu.Bahagianya aku saat itu, merasa mempunyai keluarga yang utuh
bersama laki-laki yang telah membuat perasaanku tak karuan. Ketika ku coba
menghampiri mereka tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara HPku yang berdering,ya
Allah ternyata semua itu hanyalah mimpi yang aku harapkan bisa menjadi nyata
dalam hidupku.
Kulihat layar HPku yang tersurat sebuah nama pertanda ada
yang menelfon, disana ada nama laki-laki yang telah menggores warna dalam hidupku.
Ada sedikit keraguanku untuk menekan tombol telefon genggam berwarna hijau, namun tak tega pula jika
harus mengabaikannya. “Halo, selamat pagi Danu”, langsung kubuka percakapan
lebih dahulu karena aku takut jika ia yang memulai maka aku tak akan sanggup
untuk menjawabnya, mendengar suaranya saja kurasa sudah sangat menyakitkan. Dia
yang kucintai tidak akan pernah bisa aku miliki dan memilikiku. “Pagi Naya,
maaf pagi-pagi sudah menelfon.Aku ingin bertemu denganmu siang nanti, kuharap
kau bisa datang ditempat itu.”Jawabnya dengan suara yang khas. Mungkin karena
tidak ada jawaban, ialangsung memutuskan panggilan. Aku tak bisa berbicara
karena air mataku yang telah berkata, menetes begitu saja tanpa permisi. Aku
tau tempat yang ia maksud, tempat favorit kita berdua dimana selalu ada dia dan
aku.
Seusai melaksanakan sholat Dzuhur aku langsung berpamitan pada Bapak,
tentunya tidak aku katakan jika akan
bertemu dengan mas Danu, sudah pasti Bapak akan melarang. Untungnya bapak
percaya jika aku akan pergi menemui teman sekantorku.
“Assalamualaikum Dek Naya”.
Deg…bagaimana suara itu bisa mengucapkan
salam dengan fasihnya. “Dek, jawab dong”
Mas Danu memberiku kejutan besar,
tak kusangka ia akan bermualaf secepat
ini. “Waalaikumsalam.”
Ya,Mas Danu telah menjadi seorang muslim setelah
keluarganya beberapa kali mengingatkan bahwa tidak akan ada lagi pengakuan
sebagai bagian dari keluarga jika ia berpindah keyakinan. Tapi Mas Danu
mempercayai Allah sebagai tuhannya bukan hanya karna wanita, ia telah
mempelajari banyak hal. Kedewasaannya saat ini memberi hak untuk dapat memilih
sendiri jalan yang akan dia tempuh, meski harus berseberangan dengan keluarga
tercintanya.
“Mas, mengapa Mas bermualaf tanpa memberi tahu Naya
terlebih dahulu.Mas kan bisa meminta Bapak untuk menjadi saksi dalam kesaksian yang
teramat sakral itu.”
Aku hanya khawatir jika nanti Bapak tetap dalam
pendiriannya.
“Tak apa, bukankah dulu Bapakpun telah menjadi saksi bermualafnya suami sebelum
suami bibimu sekarang , tapi pada ahirnya laki-laki itu menghianati
kesaksiannya sendiri bukan ? Bapak takkan pernah mau mengulang kesalahan yang
sama.”
Pernyataan Mas Danu membuatku berfikir keras, apa maksud
perkataanya tersebut. “ Dek, maafkan Mas.”air mataku tak tertahan, mengalir
begitu saja dihadapan laki-laki yang telah membulatkan sebuah keputusan. Mas
Danu mengingatkan sederet kenangan terindah dari kebersamaan kami, ia tampak
benar-benar akan mendokumentasikan semua itu dalam sebuah album yang akan segera ditutup rapat.
Mas Danu, ia pergi begitu saja dan mengganggap aku akan
bahagia dengan keputusannya tanpa bertanya sedikitpun pada hati yang
bersangkutan. Semua indah memang, Mas Danu benar-benar mengislamkan dirinya
karna Allah swt. Mungkin Sang Khaliq telah menyampaikan pesannya, pesan jika
memang kami hanya ditakdirkan untuk menyimpan rasa terindah ini dalam waktu
yang sangat sementara.Mas Danu tak ingin memaksakan kehendaknya,ia pun harus
benar-benar belajar dengan jalan hidupnya saat ini. Hujan pagi tadi menyisakan
bening air diatas segarnya dedaunan, sekarang hanya tinggal seorang Naya yang
ditemani mawar putih pemberian terahir dari laki-laki yang kini melangkah untuk
menjauh.
By : Z
By : Z
No comments:
Post a Comment