Sunday, June 7, 2015

Tebing Perbedaan



    Guncangan batin yang menyesakkan dada, mencabik  hati yang terasa pilunya. Dihadapan Bapak yang tampak begitu tak tenang menahan amarahnya,bantuan mamak masih bisa membuatku berdiri. Ruangan bercorak jawa yang damai, kini bertransisi mencekam layaknya sidang eksekusi.
Dimulai beberapa tahun yang  lalu, sejak awal kita merajut kasih, Mas Danu memang sudah menuturkan niat sucinya. Keseriusannya untuk mencintaiku akan membawanya masuk kedalam hidupku.


    Kami bertemu saat dibangku kuliah, ia yang menyukaiku terlebih dahulu berhasil membuatku jatuh hati padanya. Awalnya memang aku ragu menjalin hubungan dengan orang yang bersebrangan agama seperti Mas Danu, tapi rasa cintaku semakin besar dan tak terkendali lagi. Jalinan kisah ini terus berlangsung, hingga saat ini kami bekerja di perusahaan yang sama. Dan selama ini orang tua maupun keluarga besarku tidak satupun mengetahui tentang hubungan kami.

    Hingga tiba hari ini, saat aku memberanikan diri untuk membawa Mas Danu kehadapan Bapak.Pada awalnya Bapak memang merasa senang karna anak gadisnya yang dewasa telah ditemukan oleh sesosok laki-laki yang berniat membangun hidup baru bersama anaknya. Namun senyum ramah itu sekejap berubah kaku,mengumandangkan suara lantangnya “Bagaimanapun anda coba untuk menutup perbedaan itu. Tidak akan membuat saya merestui hubungan terlarang ini”  Bapak masih menahan kemarahannya dengan pergi meninggalkan ruangan yang mendadak muram.

    Semua membisu, Mamak meninggalakan kami berdua diruangan yang memiliki dinding berhiaskan ayat-ayat suci Al-Qur’an, belasan piala serta piagam-piagam kebanggan tertata rapi dibalik lemari kaca yang terawat, mawar putih yang semula segarpun kini telah sayu.Menjadi Saksi atas kediaman kami, biar hati yang saling bicara atas tibanya kekacauan ini.Sedikit demi sedikit air yang bermuara dipelupuk mataku perlahan jatuh menuruni wajah yang letih.Aku tertunduk lesu, kejadian yang sudah aku ramalkan benar terjadi.
    Mas Danu hanya bisa menatap penuh harap, wajahnya menyiratkan sebuah maksud. Membujukku untuk mencobakembali  memberi pengertian pada Bapak. Kami telah coba saling menguatkan perasaan masing-masing, disinilah akan datang klimaks dari serentetan rasa yang selalu digandrungi kekhawatiran.
    Selepas hilangnya bayang Danu diujung jalan, aku coba berbalik langkah dengan keberanian.Sesuai dengan tekad kami berdua, mencoba menyatukan rasa secara nyata.Dan kali ini masih giliranku untuk berjuang, mencoba meluluhkan hati Bapak dengan niat baik dari sosok pria yang teramat aku cintai.
    Namun keadaan benar-benar jauh dari harapan, Bapak masih diam terduduk diatas kursi rotan yang telah usang.Begitu senyap hingga hanya terdengar denting jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 15.20 WIT. Aku yang tak lagi sanggup berdiri meski telah ditopang oleh mamak, berlutut lemas tepat dihadapan Bapak, “Pak, niat Mas Danu itu kan ndak main-main, dia akan bermualaf demi menuju ridho Allah untuk hubungan kami pak. Dengan tidak mengurangi sedikitpun rasa hormat Naya pada Bapak, tolong Bapak pertimbangkan lagi niat tulus dari Mas Danu” aku terisak, tak sanggup rasanya menatap wajah Bapak yang selama ini selalu mendidikku dengan senyum dan kesabarannya,tapi  kini aku melawan keputusannya hanya demi rasa yang seharusnya tak pantas aku pertahankan.
    “Nduk, umur Bapak ini mungkin sudah tidak lama lagi. Bapak hanya ingin nanti akan ada laki-laki yang benar-benar bisa menggantikan posisi Bapakmu, yang bisa membimbingmu dengan ajaran yang benar nduk. Kamu liat sendiri to, sudah begitu banyak pengalaman yang kita saksikan, laki-laki yang berniat seperti itu biasanya tidak bertahan lama.”
    Aku tidak pernah melihat wajah Bapak yang menyiratkan kemarahan sedalam ini, bibirku bergetar tak mampu lagi menangkis petuah orang yang sangat aku hormati. Hatikupun berteriak menahan tangis, aku tak ingin sama sekali membuat orang yang teramat aku sayang murka padaku. Namun aku sendiri tak mampu melukai hati laki-laki yang aku cintai dan menyiksa perasanku sendiri.
**
    Suara gamelan jawa dari seberang jalan, beralun senada dengan gemuruh angin malam. Menyadarkan aku dari lamunan , segera saja kuangkat kaki menuju sumur, kuputar keran besi yang sedikit berkarat. Kubasuh anggota tubuh dengan air wudlu, dinginnya menyegarkan fikiranku yang teramat gaduh.
Kukenakan mukena putihku dan segera menghadapkan jiwa lusuhku pada Sang Maha Pencipta, mengadukan semua benang kusut yang tak mampu lagi aku luruskan.
    Sudah hampir sepertiga malam tapi mata ini belum juga mampu kupejamkan, kembali kubuka tirai jendela kayuku, kutatap langit dengan sendu “ya Allah, mengapa engkau ciptakan perbedaan, begitu rekatnya jalinan kasih kami, rasanya tak sanggup aku melepaskan diri dari dekap cintanya. Maafkan hambamu yang teramat lemah ini ya Allah”
    Kembali terfikir kata-kata Bapak sore tadi, sebenarnya aku juga sudah mengerti bahwa  bapak berfikir berdasarkan fakta. Pengalaman yang terjadi berulang kali dikisaran keluarga besar kami.Bibiku yang saat ini sudah berbahagia dengan keluarga barunya, dulu pernah dinikahi oleh laki-laki yang juga berbeda keyakinan dengannya.Karena kekuatan cinta mereka yang mempertahankan, sebelum mereka menikah laki-laki itu rela meninggalkan keyakinannya untuk menghapuskan perbedaan yang menghadang diantara mereka.Namun sampai pernikahan mereka berumur 1 tahun, laki-laki itu tak kunjung menyiratkan keseriusannya untuk menjalankan amanah Islam. Hingga akhirnya ia memilih untuk kembali lagi pada keyakinannya yang mungkin memang sudah tidak bisa lagi digantikan, mau tidak mau bibiku akhirnya memutuskan hubungan itu. Hatinya sudah ditipu oleh laki-laki yang ia harapkan dapat menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya, yang ternyata rela menyatukan keyakinan hanya untuk bisa menikahi dirinya, tidak didasarkan niat dari hatinya.
    Hal itu ikut dirasakan pula oleh sepupuku, hingga menimbulkan rasa jera dikeluarga besar kami.Begitu ada sanak saudara yang memperkenalkan pasangan dengan latar belakang keyakinan yang berbeda, mereka tak segan-segan menolak dan memutuskan hubungan terlarang itu. Seperti kesakitan yang aku alami saat ini, tak lama lagi akan  ada banyak sanak saudara yang mengetahui cobaan yang menimpaku. Ini karena kedekatan keluarga besar kami yang selalu terjaga, hingga tak satupun luput dari perhatian dan penjagaan keluarga besar.
    Namun semua itu tak juga mampu meluluhkan rasa yang sudah sejak lama terbangun ini.Hatiku tak sanggup menahan sakit karena aku tidak pernah mencintai laki-laki seperti bagaimana aku mencintai Mas Danu yang saat ini ada diambang ketidakpastian. Diapun begitu berarti hinggamembuatku  lupa pada pengalaman pahit yang terjadi dalam keluarga besarku. Aku sendiri entah bagaimana bisa sangat mempercayainya, aku yakin akan keseriusan Mas Danu dengan hubungan ini. Bukankah perbedaan itu dapat dilebur dengan rasa yang sakral dari dua insan yang terikat cinta.
**
    Aku memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan kehangatan, bunga mawar berwarna putih berjatuhan diatas lantai yang bersinar, dibatasi dengan tirai-tirai bercahaya. Disudut ruangan aku melihat seorang laki-laki yang tak asing sedang asyik bercanda tawa dengan seorang anak kecil, mainan anak-anak berseraan disekitarnya.Anak laki-laki itu memanggil ku dengan sebutan bunda, dan laki-laki yang sedang memeluknya adalah laki-laki yang aku cintai, Mas Danu.Bahagianya aku saat itu, merasa mempunyai keluarga yang utuh bersama laki-laki yang telah membuat perasaanku tak karuan. Ketika ku coba menghampiri mereka tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara HPku yang berdering,ya Allah ternyata semua itu hanyalah mimpi yang aku harapkan bisa menjadi nyata dalam hidupku.
    Kulihat layar HPku yang tersurat sebuah nama pertanda ada yang menelfon, disana ada nama laki-laki yang telah menggores warna dalam hidupku. Ada sedikit keraguanku untuk menekan tombol telefon genggam  berwarna hijau, namun tak tega pula jika harus mengabaikannya. “Halo, selamat pagi Danu”, langsung kubuka percakapan lebih dahulu karena aku takut jika ia yang memulai maka aku tak akan sanggup untuk menjawabnya, mendengar suaranya saja kurasa sudah sangat menyakitkan. Dia yang kucintai tidak akan pernah bisa aku miliki dan memilikiku. “Pagi Naya, maaf pagi-pagi sudah menelfon.Aku ingin bertemu denganmu siang nanti, kuharap kau bisa datang ditempat itu.”Jawabnya dengan suara yang khas. Mungkin karena tidak ada jawaban, ialangsung memutuskan panggilan. Aku tak bisa berbicara karena air mataku yang telah berkata, menetes begitu saja tanpa permisi. Aku tau tempat yang ia maksud, tempat favorit kita berdua dimana selalu ada dia dan aku.
    Seusai melaksanakan sholat Dzuhur  aku langsung berpamitan pada Bapak, tentunya  tidak aku katakan jika akan bertemu dengan mas Danu, sudah pasti Bapak akan melarang. Untungnya bapak percaya jika aku akan pergi menemui teman sekantorku.
    “Assalamualaikum Dek Naya”.
Deg…bagaimana suara itu bisa  mengucapkan salam dengan fasihnya. “Dek, jawab dong”   Mas Danu memberiku kejutan besar, tak kusangka ia akan bermualaf  secepat ini. “Waalaikumsalam.”
Ya,Mas Danu telah menjadi seorang muslim setelah keluarganya beberapa kali mengingatkan bahwa tidak akan ada lagi pengakuan sebagai bagian dari keluarga jika ia berpindah keyakinan. Tapi Mas Danu mempercayai Allah sebagai tuhannya bukan hanya karna wanita, ia telah mempelajari banyak hal. Kedewasaannya saat ini memberi hak untuk dapat memilih sendiri jalan yang akan dia tempuh, meski harus berseberangan dengan keluarga tercintanya.
    “Mas, mengapa Mas bermualaf tanpa memberi tahu Naya terlebih dahulu.Mas kan bisa meminta Bapak untuk menjadi saksi dalam kesaksian yang teramat sakral itu.”
Aku hanya khawatir jika nanti Bapak tetap dalam pendiriannya.
“Tak apa, bukankah dulu Bapakpun telah menjadi saksi bermualafnya suami sebelum suami bibimu sekarang , tapi pada ahirnya laki-laki itu menghianati kesaksiannya sendiri bukan ? Bapak takkan pernah mau mengulang kesalahan yang sama.”
    Pernyataan Mas Danu membuatku berfikir keras, apa maksud perkataanya tersebut. “ Dek, maafkan Mas.”air mataku tak tertahan, mengalir begitu saja dihadapan laki-laki yang telah membulatkan sebuah keputusan. Mas Danu mengingatkan sederet kenangan terindah dari kebersamaan kami, ia tampak benar-benar akan mendokumentasikan semua itu dalam sebuah  album yang akan segera ditutup rapat.
Mas Danu, ia pergi begitu saja dan mengganggap aku akan bahagia dengan keputusannya tanpa bertanya sedikitpun pada hati yang bersangkutan. Semua indah memang, Mas Danu benar-benar mengislamkan dirinya karna Allah swt. Mungkin Sang Khaliq telah menyampaikan pesannya, pesan jika memang kami hanya ditakdirkan untuk menyimpan rasa terindah ini dalam waktu yang sangat sementara.Mas Danu tak ingin memaksakan kehendaknya,ia pun harus benar-benar belajar dengan jalan hidupnya saat ini. Hujan pagi tadi menyisakan bening air diatas segarnya dedaunan, sekarang hanya tinggal seorang Naya yang ditemani mawar putih pemberian terahir dari laki-laki yang kini melangkah untuk menjauh.
                                                                                                                            By : Z

No comments:

Post a Comment